Selasa, 12 April 2011

Miraculous (created by Gabriella Tompodung)

MiraculouS
Putri, andaikan engkau jadi miliku, akan ku jaga dan lindungi dirimu sampai kuharus menutup usiaku. Kan kurelakan semuanya untukmu terutama cintaku padamu dan akan ku ...
“Kringg... kring... kring.. kringg ..” baru saja aku berada di angan-angan langit ketujuh , memimpikan seorang pangeran datang padaku dan menyatakan cinta , tiba-tiba saja jam alaram kuning kusamku membangunkanku dari mimpi indah yang telah lama kuharap-harapkan .
“Keisha... Keisha... !” terdengar suara melengking kuat yang berasal dari kamar sebelah, yang telah kuduga siapa orang tersebut .
“Ia ma.. aku udah bangun kok..” teriaku seraya membalas pertanyaan orang tersebut yang membuatku pusing kepala, yang selalu kudengar tiap harinya dirumah dan dimana saja.
Mama... Mama sebenarnya adalah mama yang dimimpi-mimpikan anak-anak lainnya.Cantik, baik, pandai memasak, dan tahu segalanya. Itu adalah karakternya. Tapi, yang membuatku sangat kesal padanya, yaitu teriakannya yang slalu dicetuskan padaku tiap pagi .
Bangun dari tempat tidur, segera kurapihkan tempat tidur dan tak lupa juga berdoa, kemudian berahli mempersiapkan diri kesekolah. Yah, itu sih udah menjadi kebiasaanku sehari-hari dan ...
“Aaahhh...!!” teriaku suram, karena melihat abangku yang masuk begitu saja dikamarku. Yaah, telah menjadi kebiasaannya juga yang selalu masuk kamarku tanpa mengetok pintu dahulu.
“Brian! Apa-apaan sih! Terus aja begini! Masuk pintu, gak ketok pintu dulu” cetusku sambil memperlihatkan kesinisanku
Kakakku.. Nama lengkapnya Briliant Ethan. Dia memang cocok diberi nama Briliant, karena otaknya sangat Briliant. Baru-baru ini, dia lolos tes masuk universitas kedokteran, dan karena keberhasilannya itu, dia selalu meremehkan aku yang katanya otaku itu sangat pas-pasan.
“Yaudahlah.. kalo udah biasa,ngapain pake marah-marah segala? kamu kan udah tahu kebiasaan aku.. hahaha” balas abangku dengan senyum sinis tanpa rasa bersalahnya itu.
“Auuuu...” ringisku, karena tiba-tiba saja abangku itu merebut sisir kesayanganku yang sementara kupakai untuk merapihkan rambutku.
“Gila luu yaa ! itu sisir kesayangan aku jangan diapakai dong! Rambut luu kan udah kayak pabrik salju! Ketombean tau!” jelasku dengan setengah berteriak , refleks langsung merampas sisir kesayanganku itu kembali ketanganku
“Pinjam bentar doang.. sisir gua patah semua Kei..” paksanya, dan langsung keluar dari kamarku dan membantingkan pintu tanpa rasa terima kasih sedikitpun.
“Ya ampun! Setengah tujuh? Aku bakalan terlambat lagi!” dengan cepat segera kualihkan perhatianku dari rambutku yang indah gemulai dan langsung melabrak tasku yang beruntung telah ku isi dengan buku-buku sesuai jadwal dan leptop kesayanganku
“Ma uang dong.. udah telat nih” teriaku sambil melompati tiap anak tangga
“Ambil saja di meja, udah mama siapin tuh” sahut mamaku yang udah tahu sikap sinis aku yang gak bisa ditoleransi dalam hal menunggu.
Tanpa menemui mamaku yang sedang senam pagi dihalaman belakang, akupun lari sekencang kilat seraya meneriakan sesuatu
“Aku pergi dulu ya ma” teriaku dari halaman depan yang tentu saja bisa terdengar sampai kehalaman belakang, karena suaraku yang gak tahu asal-usulnya dari mana, dan bisa ngebangunin orang-orang sekomplek kalo nangis tengah malam. Cara yang jitu!
“Aaaaauuuuuuuuhhhhhh...” ringisku karena menyambar tong sampah dekat rumah, yang ternyata sampah-sampahnya sudah diangkat oleh truk sampah yang biasa lewat didepan rumahku.
Truk sampah umum selalu melewati rumahku pas pukul setengah tujuh pagi. Dan itu tandanya ...
“Aku teeelllaaaaaaaatt” teriaku , yang mengagetkan seekor kucing yang hampir saja kutendang.
Sambil menunggu mikrolet yang lama banget lewatnya, aku pun mengambil handphone yang ada disaku dan mengetik sebuah pesan singkat yang ku kirim ke sahabatku . Sahabat terbaiku
“Ndy, udah bel blom? Kalo udah dibales, kalo belom ga usah. Oke?! Thanks before”
“Tiiiiiiiiittttt... ” Bunyi mikrolet yang berhenti didepan halte tempat biasa aku menunggu.
“Bang, St.Lucas ya” Kataku sambil naik kedalam mikrolet tersebut. Dengan segera kupaksakan kakiku untuk menaiki angkot tersebut dengan mata yang masih sedikit berayang-ayang.
“Bruuuuukkk ...”
“Ahhh..” ringisan kecil keluar begitu saja dari bibirku,karena menyambar seseorang yang ternyata duduk disebelah pintu masuk mikrolet .
“Eh.. S..ss..oo..rrr..yy” sahut seseorang tersebut dengan gagap karna mungkin merasa bersalah atas kecerobohan yang bisa dibilang bukan kecerobohanya, TAPI AKU.
Yaah , setidaknya aku sangat bersyukur karena ada seseorang yang mengatakan kata maaf . Bisa dikatakan sedikit aneh, karena dalam kehidupanku kadang sekali ada orang yang minta maaf .
Dengan cepat ku berdiri sambil meremas-remas tanganku yang tergores akibat kejadian tadi dan segera duduk disalah satu bangku mikrolet yang berada disudut belakang mikrolet tersebut .
“Kamu gak apa-apa?” tanya seorang laki-laki yang sepertinya sedikit lebih tuadenganku, dengan senyuman tipis yang tampak tulus . Aku terpaku! Wajahnya yang begitu bersinar, mata yang agak sipit, bibirnya yang mungil yang mengeluarkan senyuman ajaib, dan rambutnya yang berstyle korea seperti style anak cowok zaman sekarang, membuatku terpaku dan dengan sekejap rasa perih ditanganku akibat kejadian tadi hilang begitu saja.
“Gak apa-apa kok” sahutku dengan memberikan sebuah senyuman kaku dan tingkah laku yang tidak beraturan untuk membalas senyumannya yang ajaib itu .
“Bagus deh” balasnya, sambil membalikan badannya menghadap kedepan .
“Lelaki gagah dengan senyumannya yang ajaib”batinku dalam hati .
“Ngomong-ngomong kamu dari sekolah ma....” tanyaku seraya langsung menghentikan kalimat tersebut, karena tak pernah terbayangkan sebelumnya aku akan berani bertanya kepada laki-laki-dengan-senyuman-yang-ajaib itu dengan santai tanpa rasa gugup sedikitpun.
“Ya?” jawabnya dengan segera membalikan badanya dan menatap wajahku, yang kupikir agak aneh untuk dilihat apalagi ditatap saat itu.
“E..e..nggak. Aku pengen tanya aja, kamu sekolah dimana ya?” tanyaku untuk kedua kalinya dengan suara yang bisa dikatakan terbata-bata .
“Fransiscus . SMA St.Fransiscus” sahutnya dengan mengeluarkan senyuman ajaibnya. Lagi!
Dengan pikiran yang agak melayang, aku hanya menatapnya seperti sedang menatap sebuah pangeran yang datang dari khayangan untuk menjemput sebuah putri, dan sepertinya yang aku khayalkan untuk menjadi putri adalah diriku sendiri.
“Hey!” Sahutnya laki-laki tersebut
Refleks akupun langsung menatapnya yang kali ini adalah tatapan sadar.
“Hah? kenapa? Ehh...emm..sorry..em.. kenapa ya?” Jawabku seraya menghilangkan kekagetanku .
“Kamu SMP St.Lucas kan? SMP diseberang jalan sana kan?” tanyanya .
“Hah? seberang maksut ka...” Belum saja seutas kalimat kucetuskan, akhirnya aku sadar kalau ternyata sekolah ku sudah dekat dan...
“STOOOPPPP!!!!” teriaku seraya sedikit berlari dan lompat dari angkot tersebut dan melemparkan uang ongkos kepada abang tukang angkot yang sepertinya agak heran dengan tingkah laku ku.
***
Untung saja dewi fortuna masih berpihak padaku. Mungkin jika aku telat beberapa detik saja peristiwa yang sangat tidak diinginkan siswa dari sekolah manapun, akansegera menimpa hidupku pagi ini!
Dengan senyum yg melekat di wajah, akuberjalan sambil menatap muka seram Pak Gilbert yg kasar dan berkumis. Setelah lolos darinya,dengan segera kulangkahkan kaki lebar-lebar dan berlari melewati koridor kelas 8. Ketika hampir sampai di depan pintu kelas, tak sengaja siku tanganku menyambar tangan seorang siswa yg sedang membawa selembaran kertas yang aku-sendiri-tidak-tau-apa. Tak terelakan kertas-kertas tersebut jatuh dan berserakan di lantai...
“Maaf-maaf” dua buah kata itu langsung saja terucap dari mulutku, tanganku sembari mengumpulkan kertas-kertas yang jatuh berserakan tersebut.
“Gak usah, gak usah. Aku bisa sendiri kok” kata seorang laki-laki bertubuh jangkung, menggunakan kacamata, dan rambutnya yang agak tidak beraturan tersebut.
“Oh.. kalo gitu, aku pergi ya, soalnya udah telat nih. Sekali lagi sorry yah” kataku yang melemparkan sebuah senyuman tipis dan langsung berlari seperti orang kesurupan menuju ruang kelas yang ada disudut pandanganku.
Hampir. Hampir saja aku ditahan didepan kelas karena terlambat. Untung saja Pak Marchel mempunyai hati bagaikan bidadari yang akhirnya mengizinkanku untuk masuk kekelas, setelah beberapa menit aku mengeluh-eluh atas kejadian yang hampir membuatku pulang kerumah tadi.
Panas, bau, pengap, segalanya tercampur menjadi satu dikelas ini. Kalau saja ada kipas angin disekitar sini, pasti sudah ku curi dan kubawah ketempat yang membosankan sekaligus terkutuk ini.
“Triinggg .. triinggg ..” akhirnya bel istirahat pun berbunyi . Dengan semangat, kulangkahkan kaki ku dengan cepat kearah kantin seraya menarik tangan sahabatku, Mindy .Mindy adalah sahabat terbaik yang pernah kukenal. Dalam keadaan apapun dia selalu bersamaku dan selalu menolongku. Badannya yang kurus seperti batang lidi dan mempunyai tulang-tulang yang panjang yang membuatnya jangkung, menghalau setiap penglihatanku untuk berlari kemana saja aku pergi
“Mindy.. minggir ah” kataku dengan sedikit berteriak.
“Ngapain?” jawabnya dengan memonyong-monyongkan bibirnya yang sebenarnya tanpa harus memonyongkannya, bibir merahnya tersebut memang sudah maju 5 senti.
“Your body is too tall and covered me!” Cetusku sinis sambil menunjukan keanehan wajahku.
“Makanya, tinggian dikit dong! Liat badan gue, mantaap” dengan bangganya dia meninggi-ninggikan dirinya yang sebenarnya apapun yang dikatakannya itu tidak ada yang benar sedikitpun .
Tanpa membalas pengakuan yang tidak sesuai dari Mindy, akupun menerobos dengan segala cara untuk bisa masuk ke kantin dan memesan apapun yang ada dipikiranku saat itu.
***
Saat memesan ...
“Mbak aku pesan bakso satu sama frutie botol ukuran sedang ya” pesanku kepada seorang wanita berumur sekitar 40-an yang berdiri dengan senyuman manis didepanku. Dengan segera kubalikan badanku untuk menduduki meja disudut ruangan kantin dan...
“Bruuuuuuukkkkkkkkk....” Akupun jatuh tak berdaya ditempat dimana aku berdiri, karena seseorang yang menyenggolku entah sengaja maupun tak sengaja .
“Punya mata gak sih?” suara melengking terdengar sampai keujung gendang telinga menggelegar hebat ditelingaku. Eliza! Sudah ku duga! Eliza adalah seorang perempuan berbadan ideal, ketua perkumpulan anak-anak paling top disekolah, kedua orangtuanya juga adalah pengusaha terkenal di Jakarta dan ayahnya adalah ketua yayasan sekolah ini tapi sayangnya salah satu hal yang penting yaitu kecerdasan, tidak dimilikinya. Hanya sebuah otak udang atau bisa dibilang otak dibawah standart .
Dengan tidak menatap wajahnya, akupun berbicara dengan laga orang gagap “Maaf El.. aku gak.. aku gak...”
“Gak perlu! lain kali jalan pake mata dong!”Cetusnya dengan laga sok berkuasa untuk kesekian kalinya pada siapapun yang menghalang jalannya atau yang membuat dia terganggu atau merasa terhalau.
Dengan rasa sedikit takut aku pun segera beranjak dari tempat terkutuk tersebut dan langsung menduduki meja diujung ruangan yang telah kuincar sedari tadi. Hal yang sangat tidak diinginkan! Bukan karena wajahnya yang seram sambil menonjolkan matanya yang bulat seperti hewan liar, tapi karena suaranya yang melengking yang sepertinya melewati batas suara kepala sekolah saat berceramah atau memarahi siswa-siswinya ditengah lapangan.
Waktupun terus berjalan, detik demi detik, menit demi menit. Jarum panjang sudah mengarah di angka 1 dan itu menandakan bahwa kegiatan belajar mengajar telah selesai. Akhirnya! Dengan cepat kubergegas pulang sembari mengatur buku-buku pelajaran yang berada diatas meja dan segera lari keluar ruangan kelas. Entah mengapa aku ingin cepat pulang hari ini. Instingku berkata bahwa akan terjadi sebuah kejadian yang bisa dikatakan ”Mukjizat” jika aku pulang cepat hari ini. Dan ternyata itu benar!
Saat keluar dari arena sekolah di depan gerbang, aku bertemu kembali dengan seorang laki-laki setahun lebih tua dariku yang kuberi julukan “lelaki-dengan-senyuma- ajaib”. Perasaan campur aduk pun membanjiri keadaan hatiku saat itu. Dengan tampang yang kuyakini tak ingin dilihat oleh lelaki manapun karena keanehannya, akhirnya aku menyapanya...
“Hei..” sapaku dengan nada yang agak bergetar
“Hai! kamu cewek yang tadi kan? yang dimikrolet?”
Serasa ada orang yang menampar wajahku, aku pun sadar dan mengingat kejadian dimikrolet tadi pagi. Yaa, membuat malu diriku sendiri dengan tersandung tanpa alasan didalam angkot tersebut.
“Oh.. eh.. iaa.. iaa.. itu aku” Pipi merona dan terlihat tolol itu sudah pasti dilihatnya dari wajah ku yang sedikit aneh ini. Kulanjutkan dengan senyuman pucat pasih yang mungkin agak membuatnya takut.
“Wajah kamu.. Eh maksudku, kamu gak apa-apa kan?” tanyanya dengan nada gugup yang agak ditutup-tutupi. Kelihatan dari wajahnya, sepertinya dia ingin cepat-cepat mengakhiri pertemuan yang kuanggap “Mukjizat” ini .
“Yah.. seperti yang kamu lihat saat ini, gak apa-apa kok. Kamu lagi buru-buru ya?” jawabku dengan melanjutkan sebuah pertanyaan yang mungkin bisa menambah kesempatan baginya untuk segera pergi jauh-jauh dariku.
“Iaa.. Latihan basket. Aku mau ke tempat latihan basket” senyuman ajaibnya pun kembali bertengger dibibir mungilnya. Dan dilanjutkan dengan melakukan suatu hal. Mencari-cari sesuatu didalam tasnya mungkin. Seketika, dikeluarkannya sebuah handphone berwana hitam mengkilat yang tiba-tiba membuatku terbelalak kaget karena melihat merek handphone tersebut.
“Blackberry? Mungkinkah? Astaga! Benar!” Batinku dalam hati sambil mengerutkan keningku yang kulakukan tanpa sadar.
“Aku boleh minta nomer handphone kamu gak?”
“Boleh-boleh...” Jawabku dengan perasaan sedikit gugup.
“Gak mungkin kan aku nunjukin hape sonny ericsson buntut ber-type W395 ku ini? Gak mungkin lah! Pasti dia bakalan nertawain aku!” Aksi tanya jawab dalam hati pun berlangsung.
“085256629291” Kataku. Dan kelihatannya dia sedang mengetik nomer yang sedang aku ulang-ulang agar tidak salah, dihape blackberry bold hitamnya dengan teliti.
“Oh.. ok.. thanks ya! Entar aku bakalan ngirim sms ke kamu. Anyway, kita blom kenalan ya? Namaku Kevin Behovier” Sebuah kalimat bertambahkan pengenalan keluar dari bibirnya yang mungil itu sambil mengeluarkan senyuman tipis yang bertengger di ujung bibirnya.
“Aku Keisha. Keisha Ethan” Seutas kata dan seulas senyum pun keluar dari bibirku yang bisa dikatakan beda jauh dengan bibir milik Mindy ini.
Tak ada sepatah katapun keluar lagi dari Kevin, lelaki yang kusebut lelaki dengan senyuman ajaib ini. Hanya sebuah kerlingan mata yang berisyarat bahwa dia sedang mengatakan “OK”.
***



Dirumah ...
Lagu dari Justin Bieber – Favorite Girl bersenandung dari ruang tamu. Handphone ku! Itu adalah nada dering sms handphone buntutku. Saat itu, aku sedang berada di dapur mengambil segelas air putih untuk diminum. Secepat kilat ku letakan gelas berisi setengah air putih itu dan segera berlari kearah ruang tamu untuk melihat pesan yang baru saja masuk di handphone ku itu .
Nomor yang tak ku kenali ...
Hai keisha! Apa kabar? Ini aku Kevin Behovier. Ini nomer handphone ku.
Jgn lupa disave ya! Anyway kamu lagi ngapain?
Kevin ? dari kevin ? Tanya ku dalam hati dengan setengah percaya. Tanpa menghiraukan sms tersebut, akhirnya aku membalas sms itu.
Hai juga kev! Aku baik.
Okey, udah aku save kok!
Ini baru sampe rumah, mau nonton nih. Kamunya?
Secepatnya aku menekan tombolok dan segera mengirim sms tersebut.
Dan mulai saat itu juga, aku dan Kevin mulai dekat. Bahkan aku menghabiskan pulsa sebanyak 100.000 setiap minggunya, hanya untuk membalas, mengirim, atau menelpon laki-laki tersebut.
***

Dua hari kemudian ...
Disekolah ...
“Mindy! Mindy! Mindy! Ada yang mau aku ceritain sama kamu . Sini dong!” teriaku dengan nada yang sedikit menggelegar yang langsung membuat sahabat terbaikku itu refleks berbalik menghadapku
“Apaan sih? Kelihatannya penting ya? Awas aja gak penting! Bakalan gua jitak kepala lu!” Cetusnya sinis seraya langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat duduk ku.
“Ada sesuatu yang mau aku kasih tau sama kamu. Tentang cowok yang aku temuin dua hari lalu” Jelasku dengan cepat, agar niatnya untuk menjitak kepalaku batal, karena kalau cara berbicaraku lambat, pasti kepalaku bisa jadi kayak kubah mesjid karena mengalami penjitakan-beralasan-aneh dari Mindy.
Aku pun menceritakan kejadian awal pertemuanku dengan Kevin sampai pengenalanku dengannya saat ini. Dan sepertinya, Mindy mendengarkan dengan baik dan begitu saksama. Aku sendiri pun sangat bersemangat untuk menceritakan segalanya kepada sahabatku itu, karena dia sangat mendengarkan. “Sungguh pendengar yang baik!” batinku dalam hati setelah menyelesaikan cerita yang agak panjang itu pada sahabat-ku-yang-agak-aneh itu.
Dengan hati bergelimang perasaan senang, aku memperlihatkan sms dari Kevin pada Mindy. Setiap kali Kevin mengirimiku sms, saat itu juga Mindy harus tau mengenai sms yang baru masuk kontak handphone ku itu. Dan bisa dikatakan, sepertinya aku mulai suka dengan laki-laki unik ini. Hal itupun tak lupa ku katakan pada sahabat terbaiku, Mindy.
***
Hampir dua minggu semenjak hari pertama aku kenal dengan laki-laki dengan senyuman ajaib yang sebenarnya mempunyai nama “Kevin” tersebut. Banyak perubahan yang terjadi. Semakin lama, aku semakin dekat dengannya.
Begitu juga dengan Mindy. Perubahan aneh terjadi dengannya. Sepertinya, semenjak aku mengenal Kevin, semenjak itu juga sikap Mindy agak berubah. Lebih aneh dan lebih pendiam. Mindy yang sangat terkenal dengan sikap ramah, cerewet dan periang menjadi Mindy yang lebih sering menyendiri dan pendiam. Sering kali aku bertanya-tanya dalam hati maupun secara langsung pada sahabat tersayangku itu, tapi tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Sepertinya, dia membungkam mulut 5 sentinya itu dengan sebuah rahasia yang begitu ingin kuketahui.
Sampai suatu hari, di sore hari yang teduh ...
Ku kenakan kaus putih bercorak kan tulisan-tulisan tak jelas, yang ku pasangkan dengan blue jins ketat pendek serta jaket kuning-hitam kesukaanku. Sore itu, aku bertujuan untuk mengembalikan buku-buku pelajaran pinjamanku yang kupinjam dari Mindy sehari sebelumnya. Dengan setengah berlari ku turuni anak-anak tangga dan segera menyambar tas miniku yang digantungkan di dinding dipinggir tangga tersebut, dan langsung meninggalkan rumah tanpa pamit karena dirumah memang sedang tidak ada orang kecuali abangku yang sedang menonton film kesukaannya di ruang nonton disebelah dapur.
Rumahku hanya berjarak sekitar 150m untuk sampai kerumah Mindy. Dan itu sebabnya, aku memilih untuk berjalan kaki kerumah sahabatku itu, sekalian menggunakan kesempatan ini untuk berjoging sore.
Kusenandungkan beberapa lagu berbahasa Inggris, Justin Bieber kesukaanku secara tak jelas karena beberapa lagu dari artis cowo ganteng ini tidak kuhafal. Yah, karena kupikir menghafal puisi dua bait saja sudah susah, apalagi menghafal lirik lagu yang mungkin lebih dari 10 bait.
***
Didepan rumah Mindy ...
Seperti tersambar petir dengan berjuta-juta volt atau tegangan, kepalaku terasa pusing, badan tak bergerak dan serasa lemas, seraya mengeluarkan beberapa tetesan air mata. Apa yang dilakukan mereka berdua sangat berada diluar pikiranku. Sejak kapan? Kenapa dia tidak memberitahuiku? Pantas sikapnya mulai berubah aneh!
Yap! Kevin sedang berada di depan pintu rumah Mindy saat itu. Terlihat aneh. Tangan sebelah kiri Kevin memegang salah satu tangan Mindy, dan tangan kanannya memegang sesuatu atau dengan tak sanggup kulafalkan, B-U-N-G-A M-A-W-A-R! Sedang apa mereka berdua? Apa yang terjadi? Hatiku bertanya-tanya dan perasaan bingung tak menentu melayang-layang dipikiranku saat itu.
Penampilan Mindy terlihat biasa-biasa saja. Hanya raut wajahnya saja yang agak berbeda. Terlihat pucat dan tidak terlihat sedang mengeluarkan ekspresi senang. Sedangkan Kevin, dengan kameja kotak-kotak berwarna merah hitam, kaus putih didalamnya, celana jins hitam, dan sepatu dork model baru menyelimuti penampilannya saat itu. Terlihat begitu beda! Lebih santai dan .... tampan. Kata tersebut tak dapat kupungkiri. Kevin memang terlihat sangat tampan walaupun sebenarnya aku tidak bisa melihat raut wajahnya karena dia sedang berdiri membelakangiku dan Mindy yang menghadap kedepan tanpa menyadari bahwa aku, sahabatnya yang memiliki perasaan khusus pada laki-laki didepannya itu sedang berdiri tak berdaya didepan gerbang rumahnya.
Sesaat, sesuatu membuyarkanku dan membuatku tersadar akan lamunanku. Sepertinya, Kevin sedang mengarah keluar halaman, keluar gerbang, ke tempatku berada sekarang. Dengan secepat kilat kuberlari mencari tempat sembunyi dan yang kudapatkan hanyalah sebuah pohon yang agak besar disamping rumah Mindy.
“Ngeeeekk...” bunyi melengking yang dikeluarkan oleh gerbang tersebut mengilukan telingaku. Dengan setengah pikiran yang melayang,dengan tatapan kilau, kulihat didepan mataku, seorang laki-laki yang sangat kusukai berjalan melalui jalan raya didepan rumah sahabatku. Terlihat wajahnya yang pucat pasih, raut wajahnya yang tak berkenan dilihat dan satu hal yang penting, tidak ada senyuman ajaib.
Tiba-tiba ...
“Bruuukkk!!! Ngeekkk!!! Buuumm!!!” Suara-suara aneh mengagetkan lamunanku dan refleks kumencari arah asal suara tersebut dan ternyata ...
“Keevviiiiiiiinnnnn!!!” terdengar suara seorang perempuan dengan nada bergetar kuat, yang pastinya bukan aku. Mindy! Itu Mindy!
Dengan kagetnya aku melihat dengan kepala-mataku sendiri, Mindy sedang mencoba untuk menyelamatkan Kevin yang baru saja tertabrak sebuah angkot yang melaju cepat yang membuatnya terlempar ditepi trotoar. Beberapa orang dewasa berkumpul disekitar mereka dan membantu Mindy mengangkat tubuh Kevin yang tergeletak tak berdaya kesebuah mobil didepan rumah Mindy. Sepertinya itu mobil seseorang yang tidak sengaja memarkirkan mobilnya, yang kebetulan berada dilokasi tersebut dan membantu mereka.
Dengan hati berlumuran rasa pedih yang mendalam, masih tersempatkan kudengar suara-suara orang dewasa tersebut yang berteriak sebuah nama rumah sakit. Sepertinya “Rumah Sakit Maria Magdalena”. Ya! Benar! Rumah sakit tersebut berjarak 800m dari lokasi tempat Kevin tertabrak, didepan rumah Mindy. Sepertinya Mindy juga ikut bersama orang-orang dewasa yang kelihatannya belum dikenalnya itu.
Dengan cepat kulangkahkan kaki ku lebar-lebar dan berlari kearah rumah. Begitu sampai dirumah segera ku berlari kearah kamar dan mengambil beberapa uang yang kusimpan dalam lemari bajuku, dan dengan nafas yang terengah-engah kupercepat langkahku dan menaiki angkot yang mengarah ke RS.Maria Magdalena.
Kepanikan menjalar ditubuhku. Rasa cemas, takut, sedih, dan marah karena melihat kejadian Mindy dan Kevin pun ikut menjalari tubuhku. Dengan setengah berangan-angan agar Kevin tidak apa-apa, tercucur air mata rasa kepedihan di pipiku.
***
Sesampainya dirumah sakit ...
“Mindy!” teriaku dengan nada yang menggelegar seraya berlari menuju tempat dimana sahabatku itu berdiri.
“Keisha? Nga.. nga.. ngapain kamu disini?” Sahutnya dengan nada setengah percaya bercampur nada takut karena telah membohongi sahabatnya sendiri, yaitu aku.
“Gak usah sok kaget, gak usah sok panik, karena aku udah tahu semuanya! Segalanya tentang kamu dan Kevin! Aku sudah bisa nebak, jadi kamu gak perlu ngasih tau aku!”
“Ta..ta..ttapii Kei, kamu salah paham! Aku sama Kevin gak ada hubungan apa-apa, biar aku jelasin sama kamu!” Tak bisa mengeluarkan nada-nada yang tepat. Itu suatu kesimpulanku mengenai Mindy yang sedang berbicara saat ini.
Dengan tatapan dingin yang kulirikkan padanya, dan hanya dengan dengusan tak berarti akupun mencoba untuk mendengarkan segala penjelasannya walaupun sebenarnya aku sama sekali tak ingin mendengar alasan-alasan yang tak penting dari sahabatku itu. Tapi bagaimanapun, dia adalah sahabatku. Sahabat terbaikku yang telah membohongiku saat ini.
“Gue gak punya hubungan apapun sama Kevin. Kevin itu adalah pacar kakak gue, Debrylia. Mereka berdua udah pacaran semenjak kelas dua SMP. Mereka itu se-SMP Kei!. Dan tadi, Kevin mau minta tolong sama aku buat bantuin dia baikan sama kakak gue. Mereka lagi marahan. Tapi, Debry bersih keras buat gak nemuin Kevin. Debry minta gue untuk ngusir mantan pacarnya itu. Mereka udah putus!”
Rasa bersalah yang begitu dahsyat membanjiri hatiku. Perih rasanya! Aku menuduh sahabatku sendiri demi alasan yang seharusnya tidak ku pertanyakan dari awal. Kini, rasa perih yang kualami bukan lagi karena Kevin ataupun mengenai Kevin dan Debrylia, kakaknya Mindy. Tapi, rasa perih yang begitu dalam karena telah menuduh seorang sahabat yang sangat kusayangi.
Perasaan tegang dan takut meliputiku dan sahabatku Mindy. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar sentakan kaki berlari. Segera ku balikan badanku untuk mencari-cari arah suara sentakan kaki tersebut. Dan ternyata itu adalah, Debrylia.
Pelukan hangat berlumuran perasaan sedih oleh Mindy dan kakaknya terlihat begitu jelas. Aku yang mengamati saja bisa merasakan perasaan tersebut. Tiba-tiba terdengar untuk kedua kalinya sebuah sentakan kaki berlari dari ujung pintu masuk.
“Eliza?” batinku.
“Kak Debry, Mindy, gimana keadaan kakak gue?” Pertanyaan Eliza terlontarkan begitu saja.
“Kakak? Kevin adalah kakaknya Eliza?” batinku untuk kedua kalinya.
Kemudian, terdengar suara berbicara pada kami berempat.
“Maaf, apakah diantara kalian ada yang berdarah B?” tanya seorang dokter dengan tampang yang gagah, dengan suaranya yang agak serak basah.
“Aku adiknya dok! Tapi, aku gak punya golongan darah yang sama dengan kakakku. Golongan darah Kevin sama seperti Ayahku. Sedangkan golongan darahku sama seperti ibuku, golongan darah A” Jelas Eliza dengan tatapan yang sepertinya sedang mencari harapan kepada yang lainnya
“Gue ma kakak gue golongannya A juga” Cetus Mindy dengan rasa bersalah dan dengan nada yang agak bergetar.
Tiba-tiba saja ada sesuatu hal yang melewati dan memburamkan pikiranku.
“AKU! AKU PUNYA GOLONGAN DARAH B!” Dengan nada yang sedikit tergesa-gesa, akhirnya aku bisa melontarkan kalimat tersebut.
Eliza, Mindy, maupun Debrylia terbelalak kaget. Rasa senang yang bergelimpahan mungkin sedang mereka rasakan. Senyuman tipis pun bertengger disetiap bibir mereka.
Dengan penuh kepercayaan dan pengharapan, Eliza menuturkan beberapa kalimat padaku.
“Kei, kali ini hidup gue bergantung ditangan elo! Gue butuh banget bantuan lo kali ini! Gue juga mau minta maaf buat semua kesalahan gue ke elo! Gue mohon bantu gue dan kakak gue kali ini!”
“Tenang aja El. Aku pasti bakalan bantuin kamu dan kakak kamu sebisa aku” tanpa mengeluarkan kalimat apapun lagi, kutulusuri jejak langkah dokter tersebut dan mengikutinya kearah ruang pengambilan darah.
Rasa panik dan perasaan yang aneh bercampur aduk dalam pikiranku saat itu.
Hampir setengah jam, akhirnya proses pendonoran darah tersebut berhasil dilakukan.
Dengan badan yang tergopoh-gopoh, kupaksakan kaki ku berjalan menuju ruangan tunggu, tempat dimana Mindy, Eliza dan Kakaknya Mindy berada.
***
Tiga jam kemudian ...
“Siapapun keluarganya, dipersilahkan untuk menengok keadaan saudara Kevin Behovier. Nak Kevin telah siuman” Kata dokter yang memeriksa Kevin sekaligus yang bertanya untuk pendonoran darah tadi.
Dengan perasaan bergelimang kesenangan dan rasa syukur, kami berempat akhirnya berlari keruangan dimana Kevin diperiksa. Disana, kami menghibur Kevin dan tentunya Kevin bertanya-tanya bagaimana aku mengenal Mindy, Kakaknya, dan Eliza. Dengan perasaan bahagia, aku pun bercerita panjang lebar tentang semua yang dipertanyakan Kevin kepadaku.
Satu yang membuatku bahagia saat itu, akhirnya Kevin dan Debrylia kembali menjadi sepasang kekasih yang berbahagia. Dan tanpa perasaan sedih apapun, dan malahan perasaan yang begitu bahagia, aku menatap sepasang kekasih tersebut dengan perasaan bangga.
Kami berlima sangat menikmati saat-saat tersebut. Yah, dan tentu saja aku dan Mindy akhirnya tidak memiliki perasaan salah-paham lagi untuk yang kedua kalinya.
***
Dua hari kemudian , disekolah ...
“Hai Kei, hai Ndy!” Sapa Eliza dari kejauhan, sambil melambai-lambaikan tangannya yang putih bersinar itu kearahku dan Mindy.
“Hai El” Sontakku dan Mindy bersamaan.
Kami bertiga pun melangkah bersama kekelas melewati koridor, dan menyapa setiap anak-anak yang ada di koridor saat itu.
Sebuah Mukjizat yang adalah anugerah terindah! Akhirnya, aku bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik semenjak kejadian itu.
Hal terbaiknya, Eliza sekarang berubah 100 persen menjadi siswa yang lebih baik. Lebih ramah kepada siapa saja, dan lebih sering rajin belajar. Bukan hanya Eliza, aku dan Mindy juga berubah menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya. Kevin dan Debrylia kembali bersatu dan menjadi pasangan yang romantis kembali. Semuanya menjadi jauh lebih baik, dan hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupanku begitu juga dengan mereka. Tuhan memang baik, karena menjadikan segalanya indah pada waktunya !
Satu hal yang sangat penting yang kupelajari dalam kejadian ini,
PERSAHABATAN LEBIH PENTING DARI SEGALANYA 
TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar