Selasa, 12 April 2011

Caution! No enter thisHeart! (created by Ida Ayu Yessanya Wijaya)

CAUTION!
No enter thisHeart!

Pagi-pagi kira-kira pukul 05.00
“Maa!!Ayo cepat.Pokoknya aku tidak mau tahu, selesai mandi kue itu harus sudah ada di meja lengkap dengan korek api dan lilinnya.” teriak Molly yang sedikit berlari sambil terjinjit-jinjit memegang handuk di pundak kanannya dan segera masuk ke kamar mandi.
“Huh! Siapa suruh kemarin tidak mau membantu mama! Kamu sendiri malasnya bukan main.Lain kali mama tidak mau membantu lagi, itu harus dikerjakan sendiri.”Jawab mamanya dengan nada ketus membentak.
Maka Molly menaikkan bibirnya ke atas dan mulai menggosok gigi dengan sikat di tangan kanannya.
Molly adalah seorang gadis berusia 17 tahun dengan penampilan sangat menarik walaupun tidak begitu cantik seperti bintang Hollywood tapi Ia manis dengan potongan rambut shagy sepinggang dan agak ikal ditemanipony yang tebal menutupi alis tapi tak nyaris menutupi mata, matanya besar tapi indah berwarna hitam utuh dengan hidung mancung dan senyum yang sangat manis. Tingginya sekitar 164 cm dan wajah kancingan Italia-Manado membuatnya dikagumi teman-temannya, walaupun tidak juga sedikit wajah teman-teman sekolahnya yang bisa disebut blaster-an.

Mama Molly menghidangkan black forest pesanannya yang sangat fresh dan begitu apik dipandang.Tidak seperti black forest pada umumnya, bukan berhiaskan cherry tetapi strawberry. Ya… orang yang baru melihatnya pasti akan tersenyum entah karena berasa limited edition atau malah menggelikan. Diletakkannyalah di dalam kotak kue transparan di atas meja makan.
Molly yang seolah-olah dikejar banteng marah yang hendak menyakitinya barlari memegang buku-buku ditangan kirinya dan sepatu bagian kanan ditangan kanannya dan punggungnya berhiaskan tas ransel menawan hadiah Natal tahun lalu dari pamannya. Ia dengan sergap mengambil kuenya setelah memakai sepatu dan menaruh buku-bukunya ke dalam tas kemudian berlari kecil menuju mobil.
Mobil melaju kencang dan kurang lebih 10 menit kemudian . . .
Metro Senior High School International Manado
“Brukk…” Whoops! “Duh sakit tahu, tuh kan kue aku tumpah jadinya! Kamu sih, jalannya tidak hati-hati. Kuenya jadi rusak kan! Okay no surprise for Mr. Daulat anymore.Arrgghh…” seruan menggerutu Molly membuat anak-anak di kelas 9 Metro Senior High School International Manado menengok dan mengerutkan dahi.
Molly menubruk seseorang yang tidak dikenalnya.Bibirnya mencium lantai, tangan kirinya menahan tubuhnya, dan tangan kanannya meraih black forest yang jatuh di depannya.
Molly sangat marah sampai-sampai bibirnya naik ke atas, dahinya mengerut, dan dadanya kembang-kempis seperti seseorang yang sedang sesak napas.
Yaah… bayangkan saja! Kue yang direncanakannya spesial dengan menggunakan 90% uang jajannya selama seminggu kini telah menjadi satu dengan ubin depan kelas IX C.
Molly memandangin black forestnya dengan sangat sedih, seperti melihat anjing kesayangannya mati terlindas teronton.Ia sama sekali tidak memandangi pria yang berada di belakangnya, pria yang ia tabrak. Tanpa sadar nada ketus pria tersebut muncul …
“Kamu yang jalannya tidak hati-hati.Siapa yang suruh jalan tapi lihat ke belakang?!”
“Jangan asal!” sahut Molly sambil lagi-lagi menaikkan bibirnya. “SALAH KAMU SENDIRI! Lagian… kemeja aku kena kue kamu nih. Aku tunggu kamu buat bersihkan kemeja ini.”
“Haaaah?!” teriak heran dan mata melotot ditunjukkan Molly.
Pria berbadan jangkung dengan tubuh proporsional memakai sepatu sneakers Converse berwajah agak mirip dengan Molly blaster-an Italia-Manado dan pakaiannya rapih namun tak culunberjalan lurus dan tegak melewati Molly yang berdiri sambil memegang fosil kuenya di atas tangannya.
Tanpa pikir panjang Molly langung pergi ke toilet untuk mencuci tangannya dan membersihkan seragamnya. Betapa menyedihkan!
Kelas XII A Metro Senior High School International Manado
“Good morning everyone” sambut wali kelas mereka. Ya, Mr. Daulat sedang berbicara.
“Good morning Sir!” wajah ceria dan menyimpan rahasia serta-merta dipamerkan anak-anak pada Pak guru mereka itu. Tentu saja. Kau bisa tebak kenapa kan?
Seorang pria berdiri dan memberi komando untuk bertepuk tangan. Ketua kelas!
Ia bertepuk tangan 3 kali sambil mengomando “Come one everybody!”dan tepuk tangannya disambung dengan nyanyian “Happy Birthday” tepukkannya disambung tepuk tangan anak-anak lain dengan meriah. Anak-anak bergantian menyalami Mr. Daulat sambil menyodorkan hadiah Ulang Tahun untuk beliau di atas meja guru.
Bertumpuk-tumpuk kado dan dua buah tart cake berhias mantap di atas mejanya.
Tapi … “Loh? Tart cakenya kok cuma dua? Harusnya kan tiga buah.” Ketua kelas mereka yang bernama Frank memindahkan pandangannya kepada Molly sesudah memandangi meja guru.
“Nggg… itu! Hmm…Kueeenya ..kuenyaa jatuh teruuss . . .” Molly terbatah-batah.
Ia lalu menoleh ke arah pintu masuk di kelasnya. Dan . . .
“Nah! Itu dia orang yang menjatuhkan black forest limited edition-ku.”Molly menunjuk pria yang bersandar di pintu masuk kelasnya.
“Sudah-sudah! Anak-anak… Trimakasih sekali kalian sudah membuat hari bahagia bapak ini menjadi seperti PENSI sekolah kita minggu lalu.Ha ha ha… maksudnya sungguh gegap gempita.”Gurau Mr. Daulat haru. “Okay, now please be sit. Saya akan memperkenalkan kalian seorang murid baru. Enriko! Silakan kesini.”Mr. Daulat melirik pria di pintu masuk itu dan mempersilakannya masuk ke kelas.
Mollymenaikkan bibirnya ke atas. Dan lagi-lagi seperti melihat musuh bebuyutan Ia memandangi Enriko.
“You can sit over there. Behind Molly.”Mr. Daulat menunjuk bangku kosong di belakang Molly.
Kali ini Molly tidak lagi menaikkan bibirnya ke atas tapi terlongo dan menatap teliti Enriko yang sedang berjalan menuju bangku tersebut dan melewatinya di sisi kirinya.
“Hei, ketemu lagi.Tenang, tidak usah membersihkan kemejaku lagi.Aku sudah menggantinya.”
Enriko melontarkan kata-kata itu sesudah Ia duduk sambil menaik-turunkan kening kirinya. Molly menggembungkan mulutnya dengan dahi yang berkerut.Ia melihat Enriko dengan tatapan penuh dengan rasa heran yang bercampur kesal selama seketika. Ia kemudian langusng memerhatikan LCD screen Mr. Daulat dengan materinya yang tengah dimunculkannya melalui Microsoft Power Point.
***
Molly berjalan tenang menuju pintu keluar sekolahnya. Dan tiba-tiba . . .
“Molly! Tunggu…” Enriko ternyata memanggil. Namun Molly kelihatan sama sekali tidak mau menengok kea rah Enriko dan mempercepat langkahnya.
Enriko mengejar Molly dan menahan siku Molly.Molly segera mengibas tangan Enriko dan berkata dengan ketus tiada duanya “Ada apaa?!!”
“Memangnya tidak boleh aku menyapa kamu? Aku kan temanmu.
“Hah?! Teman?” kening Molly sebelah kiri diangkat sambil menatap Enriko lekat-lekat.
“Ya sudahlah… Pacar juga boleh! Hihi.Anyway, yang tadi pagi… Umm . . Sorry deh. Nanti aku ganti black forest limited editionmu itu dengan black forest the only one edition.”
Molly tersenyum geli mendengar Enriko yang membujuk seperti itu.
“Ya sudah… karena aku tidak pernah mau mencari musuh aku memaafkanmu.”
“Is that mean we’re friends now?”
“Hmm, nope really! Haha.”
“But I mean it so! Hehehe”
Suasana berubah seketika, penuh dengan candaan dan senyum.Entah apa yang memasuki pikiran Molly, Ia melangkahi begitu saja kekesalannya begitu Enriko meminta maaf dan dicandai olehnya. Molly tak memikirkan kejadian tadi pagi lagi.Sampai-sampai Enriko menawarkan diri untuk mengantar Molly Pulang.
Begitu cepat tak seperti perang dunia ke-II.Perang hanya berlangsung setengah hari.
Dengan motor gede alias moge Molly dibonceng Enriko. Molly memberikan komando kemana Enriko harus mengantar Molly.
***
Kediaman keluarga Jayden –Pangalila
“Kamu mau masuk dulu? Kan capek sehabis mengantarku. Masuk gi, aku akan membuatkan kamu jus dulu.”Molly yang sedang memegang gagang pintu masuk rumahnya dan berdiri di sebelah pintu mengajak Enriko masuk.Enriko tersenyum singkat sambil memerhatikan sekelilingnya.Rumah yang cukup besar bahkan sangat besar diinjaknya. Dengan cat putih dan patung-patung yang menyambut di depan rumahnya Enriko langsung merasa Ia sedang berada di Bali. Yep. Rumah khas Bali tapi sedikit lebih modern berada di hadapannya.
Ialalu mengikuti langkah Molly dan bersama-sama masuk.
“Silakan duduk deh.Sebentar yah, tidak lama kok.”
“Iya… makasih sebelumnya yah.Tapi seharusnya kamu tak repot-repot seperti ini.”
“Ah… tidak apa-apa kok. Kamu kan sudah mau mengantarku.”Molly tersenyum dan menaik-turunkan kedua keningnya.
Enriko tersenyum menandakan terimakasih.
Terdengar seseorang melangkah menuruni tangga. Dan . . .
“Molly… sedang apa kamu?”
“Lagi bikin jus buat teman ma.”
“Oh… Ini teman kamu ya?”
“Umm… iya ma.Kenalan gi.”
“Enriko, tante.”
Mama Molly terhenti sejenak lalu melanjutkan ..
“Iya, selamat siang.Temannya Molly to?”
“Iya tante.Selamat siang juga.” Enriko dan mama Molly berjabat tangan dan saling terenyum.
“Silakan duduk kalau begitu, tunggu Molly saja.Tak akan lama kok.”Kata mama Molly ramah.
Mama Mollyyang sering dipanggil Mrs. Rachel diucapkan dengan English pronounce yang kedengaran seperti nama remaja cantik berumur 16 tahun itu berniat segera meninggalkan Enriko tiba-tiba terpaku dan memerhatikan gelang karet berwarna hitam sekitar 1 cm yang di setiap ujungnya berlubang kecil dan berkaitan dengan sebuah papan besi putih asli yang panjangnya sekitar 3,5 cm dan lebar 1,5 cm bertuliskan nama Enriko ditulis begitu indah dan apik seperti ukiran yang berkelas.
Mrs. Rachel segera mengedipkan matanya dalam-dalam dan menggelengkan kepalanya ke kiri kemudian kanan sekali secara bersamaan. Heran dan sadar bahwa anak itu bernama Enriko!
Dan anak itu memiliki gelang yang mirip dengan milik anak pertamanya . . .
“tak..tak..” bunyi sepatu karet seorang pria. Ternyata . . .
“Good afternoon everyone home.” Pria bertubuh sangat seimbang bisa dibilang proporsional memakai celana skinny jeans berwarna hitam, sepatu sneakersConverse berwarna putih, kemeja putih dengan strep-strep abu-abu dan memakai sweater cokelat muda dengan beberapa corak dan warna lain berjalan pelan ke arah ruang tamu tempat dimana Mrs. Rachel dan Enriko duduk dengan kedua tangan di dalam kantong celananya.
Ia menyalami Mrs. Rachel dan Enriko.
“Baru pulang kamu nak?”
“Tidak kok.Tadi aku mampir sebentar ke toko buku buat beli bahan untuk thesis.” Jawab pria itu yang ternyata adalah Owen anak Mrs. Rachel dan kakak dari Molly.
“Kalau begitu aku ke kamar dulu ya mah.Mau ganti baju dan lanjut ngerjakan thesis dikejar deadline soalnya.”
“That’s okay! Just do your best my son.” Mrs. Rachel tersenyum dan membiarkan putranya Owen berjalan menaiki tangga di sebelah kiri sofa unik seperti kepunyaan Raja-Ratu dan dayang-dayangnya di kerajaan-kerajaan dahulu kala yang diduduki Mrs. Rachel.

Namun . . .
Ketika Owen melangkahkan kaki kanannya maju Ia terhenti sekian detik karena menatap gelang Enriko yang berada 4 meter di sebelah kirinya. Ia kemudian mengangkat tangan kanannya sedada dan melirik sesuatu. GELANG! Gelang yang sangat mirip dengan punya Enriko. Tetapi… agak saja sedikit berbeda karena bukan karet yang Owen pakai tetapi besi putih asli dan papan besi lagi-lagi sepanjang 3,5 cm dan lebar 1,5 cm.
Yah… bedanya hanya di (lagi-lagi) gelang karet berwarna hitam sekitar 1 cm yang di setiap ujungnya berlubang kecil.
“Hey! Temannya Molly ya? Gelang kamu mirip gelangku! Hahaha.”
“Hehe.Oya? Nnggg… Ini diberikan ibu sewaktu umur 5 tahun.Katanya biar orang-orang mengetahui ciri khasku, tapi kok mirip ya?Haha.”
“Oh gitu ya. Hehe.”
Owen dan mamanya Mrs. Rachel saling memandang.Tentu saja rasa penasaran Owen dan ibunya itu tak hilang begitu saja. Tulisan dan ukiran di papan besi manis itu sangat mirip dengan punya Owen, bedanya saja nama mereka yang diukir bukan nama Enriko seorang.
“Tapi sudahlah, gelang seperti ini kan bisa dibikin sendiri atau suruh pengukir bikin jadi juga.”Owen menggumam dalam hati sambil menggigit bibirnya.
Ia pun segera menginjak anak tangga pertama dan naik ke atas ke kamarnya.
***
Kelas XII A Metro Senior High School International Manado
“Lymo, ada acara gak sore nanti?” Enriko menyentuh bahu kiri Molly yang berada di depannya dengan jari telunjuk tangan kanannya dan berbisik sunyi.
“Tidak kok.Ada apa emangnya?”
“Mau tidak temenin aku ke Candy Bar?Aku pengin traktir kamu karena aku lagi bahagia banget hari ini.”
“Hah! Bahagia apa? Kok segitunya?Hihi.”Molly menoleh ke belakang dan berbisik pelan seperti tidak ingin ditemukan pihak Sekutu waktu jaman perang dunia ke-II.
“Bahagia karena something.Haha.”Enriko nyengir lalu mengangkat keningnya dan berkata “Bagaimana?”
“Ya sudah… Oke-oke ajalah!”
“Aku jemput kamu jam 6 ya.”
“Alright.”
***
Candy Bar
“Kamu mau apa?”
“Cemilan sama milkshake sajalah.”
“Beneran?”
“Yoi dong.”
“Ya sudah.Tunggu aku panggil pelayannya.”Tangan kanan Enriko kemudian terangkat dan digerakkannyalah ke atas dan bawah tanda memanggil pelayan perempuan berbusana apik dan sangat cute dengan baju seperti pelayan khas Holland namun sedikit berbau Harajuku dan kau pasti sudah tahu bagaimana tampaknya.
Mereka mengobrol seperti sudah kenal sejak umur 2 tahun.Entah mengapa mereka begitu akrab. Padahal… kau tahu kan pertemuan mereka seperti apa?

TIGA JAM! Ya… mereka ngobrol, ngemil dan minum selama TIGA JAM!
Hmm… lumayan lama.
Namun manakalah, Molly merasakan getaran berbeda. Seperti yang tadi! Seperti Ia sudah mengenal Enriko lamaa sekali. Sangat teramat lama! Seperti sepanjang hidupnya sudah bersama-sama dengan Enriko.Mungkin itulah yang membuat rasa kesal Molly kepada Enriko begitu cepat berlalu.
Serta-merta Ia tengah merasakan getaran yang begitu dalam. Setiap kata yang Enriko lontarkan menjadi begitu berarti dan Molly selalu menatap Enriko lekat-lekat seperti ingin menembus pikirannya.
Dan . . .
“Oh Tuhan.Mengapa secepat ini? Aku baru mengenal Enriko selama dua hari! DUA HARI! Tapi aku merasakan yang lain di selir hatiku seakan aku telah menemukan picisan hati ku yang “HILANG”, sesuatu yang telah “HILANG” sekian lama – selama hidupnya. Aku… Aku… Aku mencintainya Tuhan.Nngg..maksudku aku sayang padanya. Aku tahu secepat ini.Tapi aku tak yakin mengapa.”Molly menggigit bibirnya keras-keras seperti tidak percayaakan apa yang Ia telah katakan dalam hatinya tadi.
Dibonceng Enriko saat ini tidak sama seperti dibonceng Enriko kemarin sepulang sekolah.
Rasanya seperti menaiki kereta kuda sang pangeran walaupun tak seempuk tempat duduknya.
Walaupun Molly tak tahu mengapa ini begitu cepat Ia tetap melanjutkan perasaannya.
***
Metro Senior High School International Manado
Seperti biasanya, anak-anak diMetro Senior High School International Manadomulai dari kelas IX hingga kelas XII belajar selama kurang lebih enam jam. Dan akhirnya . . .
“Tiit... Tiit…” alarm sekolah berbunyi. Namun bukan alarm yang sebenarnya. Itu adalah lonceng sekolah yang hanya saja suaranya seperti alarm.Uniknya bel atau lonceng sekolah Metro Senior High School International Manado berganti-ganti setiap hari dan sangat menyenangkan untuk didengar.
Bel pulang sekolah baru sekian detik lalu dibunyikan, tapi siswa-siswi sudah banyak berhamburan agak saja tetap tertib tanpa ada yang bertubrukan maupun senggol-senggollan.
Setelah kurang lebih satu minggu dua hari Molly dan Enriko berteman (tapi Molly lebih-lebih menganggap Enriko tidak seperti teman, maksudku hubungan yang lebih jauh) mereka selalu pulang bersama sama seperti yang mereka lakukan di pertemuan mereka yang pertama begitu pula hari ini.
Tapi, tiba-tiba . . .
“Enriko?!Kamu harus ikut mama sekarang!” Seorang wanita kira-kira berusia 48 tahun memakai kemeja berwarna krem dengan celana hitam, sepatu hak tinggi hanya sekitar 3 cm dan tas krem apik seperti baru pulang dari sebuah kantor entah apa namun terkemuka di Manado.Ia menarik pergelangan lengan kiri Enriko dengan tangan kanannya sambil memerhatikan seorang perempuan manis yang berdiri tepat di sebelah kiri Enriko. Ia menatap Molly begitu dalam mulai dari ujung rambut hingga ujung jempol, maksudnya ujung kaki karena tentu saja jempol Molly tak terlihat ketika harus memakai sepatu sneakers Converse berwarna putih.
Molly terlongo melihat wanita itu dengan Enriko.Seketika itu juga Enriko segera memalingkan pandangannya kepada Molly sesudah melihat wanita itu dan berkata terburu-buru “Sorry Lymoo. Aku harus pulang sekarang.” . . . “Aku sudah dijemput dan mungkin ada something wrong.” Enriko menyambung kata-katanya sambil menunju kecil kepada wanita yang telah berada di sisi kanan Enriko dengan jari jempol tangan kanannya.
“Eh..ehmm…” belum sempat berkata-kata Molly yang tengah melambaikan tangan kanannya kepada Enriko langsung membungkam dan mengerutkan dahinya lalu mencipitkan matanya.
***
“Kenapa tadi kamu pulang sama perempuan itu? Memangnya tidak ada teman lain? Waktu kamu kan sudah cukup untuk berkenalan dengan teman baru! Bukan malah berteman dengan gadis itu.Memangnya teman kamu cuma dia saja?” dengan ketus wanita yang tadi menjemput Enriko berkata kepada Enriko yang berada di sebelahnya. Mereka sedang berada di dalam mobil keluarga Enriko, mobil Fortune yang berwarna abu-abu tua dan looks lux. Motor gede alias moge Enriko dibawa pulang supirnya yang ke-2. Wanita itu yang ternyata Mrs. Danes ibu dari Enriko. Ia memarahi Enriko dengan begitu ketus seakan-akan Enriko akan terjangkit wabah penyakit kusta jika berteman dengan Molly.
“Memangnya kenapa ma? Molly itu anaknya baik, lagian aku belajar banyak hal tentang sekolahku dan kota ini darinya. Apanya yang salah?”
“Salahnya karena kamu salah memilih teman!.”
“Tapi mengapa?”
“Pikir sendiri mengapa! Pokoknya kamu tidak boleh berteman atau jalan-jalan lagi sama teman kamu yang namanya… Molly itu!”
“Hass mama!”
“Jadi anak harus penurut nak!”
Enriko tak berani membantah ibunya itu karena Ia tahu akan terjadi pertempuran yang sangat hebat dan tak akan berakhir damai hingga Ia menutup mata untuk tidur.
Enriko tak tahu mengapa mamanya melarang keras dirinya untuk berteman dengan Molly.Sedangkan sewaktu kecil mamanya selalu mengatakan untuk selalu berteman dengan siapa saja, entah siapa dirinya.
Tapi yang satu ini mama benar-benar memarahi aku. Seperti melarang anak kecil main api, mama melarangku untuk tidak berteman dengan Molly lagi. Tapi entah apa yang mamanya pikirkan ketika memarahi dirinya hingga mata mama seakan ingin keluar dari rongganya Enriko akan tetap menyapa Molly dan berteman dengannya seperti biasa. Karena Enriko merasa nyaman berada di dekat Molly… Tak seperti teman-teman yang lain.
The Queen’s Hotel
Hotel yang terletak kira-kira 1 km jauhnya dari sekolah Metro Senior High School International Manadotampak tenang meski tak jarang pengunjung. Bangunannya megah seperti kastil Eropa namun sama sekali tak menyeramkan.
Di lobi . . .
“Selamat sore Mr. Jayden.” Sapa Mr. Danes sambil menjabat Mr. Liam Jayden ayahanda dari Molly dan mempersilakannya duduk di sofa hitam pekat yang manis dan terlihat sangat nyaman.
Mr. Jayden pun duduk dan berbalas menyapa “Selamat sore juga Mr. Danes.”
“Jadi bagaimana? Semuanya baik-baik saja kan? Keluarga anda sehat semua kan?”
“Puji Tuhan baik-baik Pak… Anda sendiri?Bagaimana dengan Enriko?”
“Puji Tuhan semua keluarga dan anak-anak saya juga baik.”
“Oh ya Pak. Bagaimana pertumbuhan Enriko? Sekarang dia sekolah dimana?”
“Ia sekarang sekolah di kota ini.”
“Wah, begitu?”
“Ya, di Metro Senior High School International Manado.”
“Hmm…” Mr. Jayden terhenti sebentar.
“Memang kenapa Pak?”
“Uh.Tidak.Molly juga sekolah disana.”
“Oh ya? Tapi, jangan sampai mereka bertemu atau memiliki hubungan melebih teman.”
“Memang seharusnya seperti itu Pak. Mereka tidak boleh melakukannya.Maksud saya siapa tahu mereka jatuh cinta lalu dan sebagainya.”
“Haha… Iya, namanya saja anak muda.Tapi memang itu yang terbaik.Hubungan mereka harus dibatasi bila memang sudah saling kenal.”
“Memangnya Enriko masuk di kelas mana Pak?”
“Setahu saya… dia di klas XII A.”
“Astaga! Molly juga di kelas yang sama. Otomatis mereka sudah saling kenal.Kita harus mengawasi mereka Pak.”
“Saya setuju!” kedua orang tua itu memegang dagu mereka sambil mengangguk-angguk.
Mr. Jayden ayah Molly dan Mr. Danes ayah Enriko berbincang kurang lebih 20 menit dan segera mengakhiri percakapan mereka 15 menit kemudian setelah percakapan tadi.
***
“Pa… kamu tahu tidak?Tadi aku melihat Molly anaknya Mr. Jayden sedang bersama-sama dengan Enriko.”
“Yang benar?”
“Iya, terlihat sangat akrab.”
“Wah, bisa gawat!”
“Kita harus tetap mengintai dan melihat perkembangan mereka.Jangan sampai berjalan terlalu jauh.”
“Benar sekali pa.” bincang di ruang keluarga sambil menonton TV.
Kediaman keluarga Jayden – Pangalila
Molly merebahkan tubuhnya di sofa dengan kaki yang terangkat di atas paha mamanya.
Ia mulai bercerita kejadian sepulang sekolah tadi kepada mamanya…
“Ma… apa aku tidak boleh berteman dengan Enriko?”
“Boleh kok.Memangnya kenapa kamu bertanya begitu?”
“Tidak.Hanya saja tadi seorang wanita langsung menarik tangan Enriko dan melihatku dengan tatapan aneh seolah ingin menjauhkan Enriko dari aku karena aku terkena penyakit kusta. Sepertinya Ia tidak ingin aku berteman dengan Enriko ma. Ya… sepertinya itu mamanya Enriko.”
“Ah. Tidak ah.Tidak mungkin.Ada sebab apa mamanya melarang kamu berteman dengan Enriko memangnya?”
“Aku juga tidak tahu menahu ma.”
“Perasaan kamu saja itu.”Mama Molly menepuk betis kiri Molly.
Molly segera bangun dan melanjutkan aktivitasnya di rumah.
“Ya sudah… aku mau mandi dulu ya ma.”
“Silakan… Jangan lupa untuk mengerjakan tugasmu nak.”
“I’ll never forget it dear mom. Hehe.”
“Clever of you.Hihi.”
Molly menggendong tas ransel manisnya dan menaiki anak tangga lalu menuju kamar tidurnya.
Kamar Molly pukul 07.45
“Huff… Puyeng akh!” Molly dengan sergap merebahkan tubuhnya yang memakai piama Winnie The Pooh karakter kartun kesukaannya itu di atas kasur empuk dengan kemiringan 180 derajat dari bantalnya.
Seketika itu juga Ia terbawa angin fatamorgana yang mungkin baru saja mencolek pipinya. Pikirannya jadi membayangkan Enriko… “Fuaaah . . Enriko! Terlalu cepat tahu.Tidak apa-apa kan?” Molly yang sedang memeluk boneka lumba-lumba berwarna abu-abu muda berteman putih tersenyum dan menyadari Ia tengah memikirkan Enriko. Dan lebih jelasnya lagi Ia menyadari bahwa . . . “Am I falling in love with him?” . . . “I guess so; won’t it be a problem God? Nooo?Really God?Okay, big thanks God.”Molly berbisik sendiri kepada dirinya dengan tangan yang tanpa sadar tengah meremas hidung boneka lumba-lumba lucunya.
Tidak ada yang menang bertanding dengan rasa ketika engkau jatuh cinta bukan?
So does what Molly feels! Tidak ada keraguan lagi tentang apa yang dirasakannya, Ia begitu cepat mengambil kesimpulan bahwa Ia “Jatuh Cinta”. Ya, kepada Enriko tentunya.
***
Hari demi hari . . .
Entah berapa hari lamanya semenjak kejadian tangan menarik tangan sepulang sekolah itu.
Mereka tak peduli walaupun mereka tahu bahwa orang tua Enriko dan ayah Molly melarang mereka menjalani hubungan lebih dari teman.
Walaupun mereka ingin, tapi mereka lebih-lebih memilih jalur aman dahulu. Perasaan kedua bela pihak sudah terbukti sama adanya! SAMAA! Yep… ”Falling in love”.
Setiap malam minggu mereka habiskan dengan berjalan-jalan ke Mall atau karaoke, melihat sunset di pantai favorit mereka setelahnya melihat bintang, atau pergi ke perpustakaan sekolah dan membaca bersama lalu pergi makan ke restoran.
Enriko membelikan balon, . . . Ya… kelihatannya seperti Molly adalah seorang balita.
Tapi balon itu mereka gunakan untuk memasukkan sebuah gulungan kertas yang bertuliskan singkatan nama mereka “Moriko” kedengaran seperti nama seorang Japanese but nope really.
Barang lain seperti cokelat, bunga, buku, CD, dll sering diberikan Enriko kepada Molly.
“Tulis saja “Moriko” di situ!Ayo cepat, nanti nafasku tidak cukup lagi untuk meniup balon besar merah muda ini.” rengek manja Molly yang memegang balon pink yang cukup besar dan terlihat memegang cokelat yang tinggal setengah potong di tangan kanannya
“Akh.Apa sih ‘Moriko, Moriko, Moriko’?”
“Singkatan nama kita neng! Molly sama Enriko. Isn’t it cute? Hihi.” Kata Molly merayu.
“Umm… boleh juga! Haha.”Enriko mencubit hidung imut Molly.
“Ciittt…” suara rem mobil yang ditumpangi kedua orang tua Enriko dan ayah Molly muncul diselipan suasana aman dan nyaman pantai Da Quinnsha.
Mereka berhenti terburu-buru dan tanpa duga.Ternyata mereka memergoki Molly bersama Enriko yang asyik tengah berduaan di pinggir pantai tersebut sambil memakan es krim dan cokelat dengan memegang balon.
Tanpa pikir panjang supir langsung melajukan mobil itu kembali ke kediaman keluarga Jayden – Pangalila.
Kediaman keluarga Jayden – Pangalila
“Mama… Owen… Coba kemari sebentar.Ada hal penting yang harus dibicarakan.”
Mr. Jayden yang baru saja memasuki kediamannya langsung berteriak.
Terdengarlah suara sepatu perempuan dan laki-laki (kau pasti tahu cara membedakannya bukan?) yang menuruni tangga. Mrs. Rachel Jayden dan Owen putranya telah turun!
“Ada apa sih pa?”
“Iya pa, ada apa sih?”
“Beginii… ada hal yang mungkin sudah saatnya kalian tahu karena menurut kami sudah membahayakan.”
“Aah papa… Segitunya banget!”
“Papa serius Owen.”
“Nnggg..Maaf pa.Oke, ada apa sebenarnya?”
Mrs. Rachel Jayden masih tercengang dan Owen yang memegang pinggang kanannya dengan tangan kanannya terlihat begitu penasaran. Terdiam sekian detik Mr. Jayde kemudian memperkenalkan . . .
“Oya ma, Owen. Perkenalkan… ini Mr. Danes dan Mrs. Danes.Teman lama papa dan yang sering ayah ceritakan suka membantu hidup kita masih sulit dahulu.”
Mr. Danes dan Mrs. Danes mengulurkan tangan mereka kepada Mrs. Rachel dan Owen kemudian saling berjabat dan berkenalan.
Mereka kemudian dipersilakan duduk di sofa merah maron ruang tamu yang nyaman sekali.a
Ketika semuanya siap . . .
“Jadi, dari tadi apa yang ingin papa bicarakan?Kelihatannya tegang sekali!”
“Ehmm… Eeh… sebelumnya papa minta maaf karena sudah menyembunyikan rahasia besar ini sekian lama.Sudah kurang lebih 17 tahun.”
“Rahasia?!Sejak kapan kita mempunyai rahasia?Sampai-sampai 17 tahun begini.”
“Tenang… tapi maafkanlah aku Rachel. Aku benar-benar di dalam kondisi sangat terjepit saat itu.
“Kenapaaa?!” Mrs. Rachel memukul pahanya sendiri.
“Tenang… begini, kamu masih ingat tidak anak kandung kita kembarannya Molly yang hilang ketika berumur 2 tahun?”
“Tentu saja! Aku menyesal tidak menjaganya dengan baik, aku sangat merindukannya.”
“Dia itu Enriko!”
“Ya, tentu saja namanya Enriko.”
“Maksudku . . Nggg… Enriko temannya Molly! Kau masih ingat?”Mr. Jayden memegang kedua tangan Mrs. Rachel dan menatap mata istrinya itu dengan sangat lekat dan dalam.
Mrs. Rachel mengerutkan dahi dan tercengang.
“Apa?”Ia melepaskan tangannya dari genggaman suaminya kemudian dengan cepat berdiri dan berbalik badan.
Molly yang ternyata mendengar percakapan keluarganya bersama kedua orang tua Enriko dari balik tembok penghalang ruang tamu tersontak tiba-tiba.Dadanya kembang-kempis dan nafasnya tak keruan. Matanya tengah berlinangkan air mata mukanya menunduk dan Ia memukul-mukul lengannya sendiri seolah yakin bahwa yang Ia hadapi adalah mimpi buruknya.
Namun rasa sakit Ia rasakan! Lengannya yang sakit dan hatinya yang sakit pula.
Ia tak tahan menahan tangisannya kemudian meledak dan langsung berlari meninggalkan tempat dimana Ia berdiri.
Orang-orang segera menoleh ke arahnya. Tapi terlambat! Ia telah mendahului pandangan mata mereka ke arahnya. Orang-orang langsung mengejar Molly dan berteriak “Mollyy, maafkan kami! Tunggu Mollyyyy!!”.Teriakan yang sangat panjang.
Namun Molly terus berlari tanpa arah tujuan.Kakinya seperti terseret sendiri.Ia membuka pintu masuk rumahnya yang ternyata ubinnya masih diinjak Enriko. Enriko kaget melihat wajah Molly yang merah pucat dan penuh dengan air mata. Molly tak peduli lagi! Ia menyambar Enriko dan berlari menuju jalan besar.
Enriko sendiri kaget melihat kedua orang tuanya beserta Owen dan kedua orang tua Molly keluar dari pintu masuk dan tergopoh-gopoh berlari mengejar Molly sambil berteriak “Mollyyy, kembali nak…!” atau “Mollyyyyy… Tolong dengarkan kami.”
Enriko berlalu lalang seperti orang kebingungan melihat orang-orang tersebut.
Ia terus bertanya “Ada apa semua ini? Mama.. Papa..Kenapa kalian disini?” namun tak ada yang peduli.
Semua berlari mengejar Molly yang sudah berhasil keluar dari halaman rumahnya dan tengah menyetop taksi kemudian masuk ke dalamnya. Dengan suara yang terjepit dan wajah yang sangat basah seperti sehabis mencuci muka hanya saja merah sekali dan pucat Ia mengomando supir taksi kemana Ia harus mengendalikan mobilnya.

Begini cerita sebenarnya . . .
Bayi kembar keluarga Jayden – Pangalila yang berusia 2 tahun begitu mungil dan lucu bersama dengan seorang kakak tertua mereka, Owen.
Di tengah kebahagiaan keluarga dan kedua bayi kembar tersebut timbul ekonomi yang tak keruan dan bisa dibilang sedang krisis (krisis ekonomi) seperti menerobos masuk dan ingin menghancurkan keluarga ini.
Timbullah niat papa mereka, Mr. Jayden untuk menjual (atau kata yang lebih halus menitip) salah seorang diantara mereka kepada orang lain sehingga ekonomi keluarga mereka bisa terasa agak sedikit longgar. Setidaknya mereka bisa membiayai segala kebutuhan dua orang anak saja.Baik kebutuhan sehari-hari maupun biaya pendidikan mereka, dll.
Pada saat itu kerabat Mr. Jayden yang sangat akrab dengannya keluarga Mr. Danes bersama istrinya yang sudah menikah sekitar 4 tahun yang lalu belum juga dikaruniai seorang putra atau putri.
Saat Mr. Jayden menceritakan semua yang dialaminya, Mr. Lucas Danes dan Mrs. Megan Danes menawarkan diri untuk merawat, mengurus, membesarkan dan membiayai salah seorang anaknya itu dengan persyaratan yang dibuat Mr. Jayden… “Tidak ada orang yang boleh mengetahui hal ini. Entah keluarga atau siapapun orangnya… Bahkan istri saya sendiri.” Persayaratan itu menjadi begitu mudah diiakan pasangan Danes dan menjadi begitu mudah dipegang. Berjabat tangan dan DEAL!
Pada malam hari yang tenang dan sangat nyaman pasangan Mr. Jayden dan Mrs. Jayden bermain dengan putra-putri mereka.Yang paling tua Owen, putra mereka yang berusia 5 tahun pada saat itu dan kedua putra-putri kembarnya ENRIKO dan MOLLY.
Bercanda dan menirukan suara bayi yang sulit dipahami, begitulah yang dilakukan Mrs. Rachel Jayden.
Enriko menangis kuat-kuat mungkin karena haus atau lapar.
Mrs. Jayden segera mengambil botol yang terletak di sebelah kanan tempat tidurnya tepa di sebelah kanan sikunya lalu berlari kecil menuju dapur dan membuatkan Enriko satu botol susu.
Mr. Jayden yang sedang melihat Enriko menangis menatapnya lekat-lekat.
Mungkin Enriko saja yang diberikan kepada pasangan Danes itu.
Ia mulai melancarkan aksinya dengan berat hati. Tubuhnya lemas dan hatinya hancur.
Ia tahu Ia tak akan kehilangan Enriko selamanya. Ia hanya akan melihat Enriko bertumbuh besar dengan orang lain namun tetap miliknya juga. Tapi… bukankah itu yang dicari semua orang tua?
Melihat anaknya tumbuh besar, mendengar rengekannya, bahkan ketika Ia harus menangis membujuk ayah-ibunya ketika tidak diizinkan untuk main hujan, memarahi namun akhirnya memeluk dan menasehati anaknya ketika anaknya berbuat sesuatu yang tidak layak dilakukan, dan banyak hal lagi..
Kau tentu akan merasakan betapa sepatnya jika menjadi Mr. Jayden yang sedang berpikir begitu saat itu ketika engkau menjadi orang tua (suatu saat nanti pastinya)…
Mrs. Jayden cukup lama membuat susu. Mr. Jayden pun segera menelepon pasangan Danes untuk segera keluar ke terotoar saat itu juga.Seperti yang sudah direncanakan pagi sebelum hari itu.
Dengan lincah dan lihai dan mata yang berkaca-kaca namun berbinar memandangi bayinya Mr. Jayden memeluk dan menyembunyikannya seolah ingin mencuri peta harta karun dan menghindari penjaga-penjaganya. Begitu hati-hati bahkan hampir cocok seperti pencuri berkelas yang tidak pernah ketahuan di setiap aksinya.Ia memeluk… menyembunyikan Enriko sambil sesekali melihat matanya dan membelai pipinya lalu menciumnya seperti akan segera berpisah. Ia membawa Enriko ke luar rumah tanpa diketahui satu makhluk hidup pun dan hanya benda mati saja yang bisa melihatnya.
Dan . . .
Enriko pun jatuh ke pelukan Mrs. Megan Danes. Mrs. Danes menimangnya dan segera masuk ke dalam mobil lalu duduk di sebelah Mr. Danes yang menyetir sesudah Mr. Jayden mengucapkan selamat tinggal dan sampai jumpa kepada bayinya itu dan menyuruh kedua pasang Danes memasuki mobil dan segera tancap gas.
Mrs. Jayden yang kembali ke kamarnya kaget! Berteriak dan menjerit! “Dimana anak kembarku? Dimana Enrikoku?”
Mr. Jayden yang baru saja membuka pintu melihat Mrs. Jayden yang berteriak membelakanginya lalu pura-pura kaget juga dan berkata “Ada apa? Dimana Enriko? Dimana dia sayang?”
“Aku tak tahu… begitu aku kembali dia sudah tidak ada.” Terbatah-batah diselipan isak tangis.
“Ya ampun… Ya Tuhan… Jangan bilang dia hilang!” Mr. Jayden pura-pura panik.
“Ayo kita cari bersama. Dia tidak boleh menghilang! Seseorang pasti membawanya pergi pa…”
Mereka mencari Enriko berdua dan tak menghiraukan tangisan Molly yang mencekang.
Sepertinya Molly juga merasakan apa yang sedang terjadi.
Mereka mencari…, menelepon…, mengunjungi,… teman atau kenalan mereka namun hasilnya nihil.
Enriko dinyatakan “HILANG”!!
Satu-satunya kenangan Enriko yang tertinggal adalah gelang dengan papan besi putih asli yang panjangnya sekitar 3,5 cm dan lebar 1,5 cm yang berukiran nama Enriko di atasnya dengan begitu apiknya. Gelang ini disediakan dan dipersiapkan Mr. Jayden 3 buah bertuliskan nama ketiga anaknya (Enriko, Molly, Owen) jika andai kata salah satu diantara anak kembar akan diberikan pada Mr. Danes maka Ia akan memberikan gelang dengan ukiran nama anak itu padanya. Namun dengan pasti gelang Owen diberikan pada Owen pagi sesudah Enriko dinyatakan “HILANG”.
(Catatan:
Bahkan Mrs. Jayden bersama kedua anaknya Owen dan Molly baru mengetahui rahasia besar itu sejak saat kejadian tadi. Owen yang sudah lupa bahwa memiliki 2 orang adik dan Molly yang baru mengetahui bahwa Ia adalah anak kembar dan mempunyai saudara lelaki yang kembar dengannya.)


Tibalah Molly di rumah Laura sahabatnya. Molly menceritakan semua yang telah terjadi… semua yang telah Ia dengar… Semua yang telah Ia lihat…
Tak perlu pikir panjang Laura kemudian mengizinkan Molly untuk menginap di rumahnya dan meminjam piama serta pakaiannya untuk besok hari kepada Molly karena keesokan harinya adalah hari libur hari Sabtu.
Sungguh sahabat adalah segalanya ketika keadaanmu menciut menjadi sangat kecil seperti pecahan dari pecahan-pecahan beling yang hancur.
Laura mengantar Molly yang merasa masih terlalu kecil setelah kejadian kemarin ke tempat dimana Ia harus membeli tiket pesawat untuk berlibur ke Ubud Bali menggunakan kartu kreditnya. Molly akhirnya mendapatkan tiket pesawat untuk malam harinya.
Bandara Sam Ratulangi
“Lymo…” panggilan kesayangan Molly yang dikatakan Laura dengan sangat lembut “Kamu ingat kan pesanku?Kamu harus segera menghubungi orang tuamu. Bagaimanapun juga mereka pasti khawatir sama kamu, kamu juga harus bertanggung jawab. Gak boleh pergi tanpa pamit seperti ini seharusnya!”
“Iya Laura… Aku mengerti. Sesampainya aku disana, aku akan segera hubungi mereka. Kamu tenang saja…” Molly mengedipkan matanya “Anyway, thanks a lot ya Ra sudah mau bantu aku. You’re the best ever dah! Hehe.”Molly menepuk pundak kanan Laura dengan tangan kanannya.
Laura hanya menjawab dengan mengacungkan jempol tangan kanannya sambil mengedipkan mata kanannya yang bertanda “Siip!”.
***
Tanpa menunggu waktu yang lama tengah malamnya kira-kira pukul 23.40 pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 tujuan Manado-Bali segera lepas landas.
Hard Rock Hotel Bali
“Mungkin sudah saatnya menelepon mama dan papa.” Molly yang baru saja terbangun dari tidurnya selama 3 jam di kamar yang disewanya di Hotel Hard Rock Bali memandangi hapenya yang sudah 2 hari dinonaktifkannya. Ia segera memencet tombol penyala dan mencari kontak mama/papanya. TERSAMBUNG!! Dan . . .
***
Semuanya sudah terasa begitu jelas bahwa Ia sedang tidak berada di alam mimpi saat ini!
Ia tidak tengah berada dalam sebuah FTV. Semuanya begitu terasa sangat sakit ketika engkau harus jatuh cinta kepada saudara kembarmu sendiri…, sakit ketika engkau tidak diberitahukan secuil kabar pun kalau engaku mempunyai saudara kembar…, sakit ketika engkau harus merelakan bahwa rahasia yang seharusnya wajib engkau ketahui dipendam dan disimpan serapat sedapat mungkin oleh ayah kandungmu sendiri.
Namun Molly merasa agak lebih legah dari sebelumnya karena Ia sudah mendapat penjelasan dari orang-tuanya ditelepon tadi.
“Lagi pula aku ke sini untuk melupakan itu semua. Aku juga mendengar kabar bahwa Enriko kecewa…, sama halnya dengan diriku. Ia pasti juga sedang menenangkan dirinya disana. Aku berharap kakakku itu baik-baik saja. KAKAK! Tak menyangka bahwa akhirnya aku harus memanggilnya dengan sebutan itu.”Lamunan Molly begitu dalam dan penuh arti.
Ia harus merelakan… merelakan bahwa orang yang Ia cintai adalah kakak kandungnya sendiri, harus menerima… menerima kenyataan pahit dan tak akan bisa diobati dengan manisan apapun, harus meninggalkan… meninggalkan Enriko kekasihnya yang kini berubah status menjadi saudara kembarnya walaupun memang Enriko adalah saudara kembarnya sejak lahir, harus mengubah… mengubah hatinya dan pikirannya terhadap Enriko, harus memulai… memulai hidup yang baru dengan dua orang kakak kandung, lebih-lebih Ia harus menata kehidupannya kembali.
“CINTA oh CINTA!”Molly menggelengkan kepala sambil mengangkat kedua alisnya dan mengangkat bahunya lalu tersenyum sepat dengan bibir yang dimiringkan ke kiri lalu membalikkan badan dan melemaskan tubuhnya dan menutup kepalanya dengan bantal.
Sejenak setelah nafasnya tertutup bantal Molly kemudian melempar bantalnya itu dan membuang nafas kencang-kencang seperti baru saja keluar dari kereta api yang penuh dengan asap rokok.
Ia memikirkan sesuatu yang mungkin akan membuat hubungannya dengan Enriko kembali membaik. Ia membuka laptopnya di atas tempat tidur (walaupun mamanya sangat marah bila melihat alat seperti itu di atas tempat tidur), Ia segera membuka Yahoo Messenger¬nya dan yang Ia pikirkan muncul di di titik kuning matanya! Ia melihat e-mail Enriko muncul di ujung kanan bawah desktopnya berwarna ungu dan sedikit sentuhan merah jambu bermotif seperti api indah (kau akan tahu jika pastinya tema Yahoo Messengermu seperti itu)berbunyi seperti lonceng ketika kau harus memesan sesuatu di Krusty Krab milih Mr. Krab dalam kartun Spongebob Squarepants yang bertuliskan “Yahoo Mail! You’ve got a new e-mail from enrikomoriko@yahoo.com” dan segera membukanya, Ia membaca dengan tidak sabar.
E-mail itu berbunyi . . .
"Molly sayang…
Ataukah aku harus memanggilmu adik kecil sayang?
Aku juga tak pernah memikirkan ini akan terjadi, ternyata selama ini aku mencintai adikku sendiri yang ku anggap kekasih hatiku.
Kau pasti berfikiran persis sama dengan apa yang kufikirkan, bukan?
Kau pasti sangat amat kecewa kepada orang tuamu. Ya… sama dengan yang kurasakan saat ini. Aku seperti dibohongi orang tua, eh!! Maksudku orang tua tiriku yang sudah ku anggap segalanya bagiku.
Sekarang kamu dimana sayang?Apakah kau baik-baik saja?
Uh… so, how’s your life? You’ve to told me where you are right now. I really miss ya dear.
Reply this soon little sist.”
E-mail itu ditulis Enriko seolah-olah Ia telah menerima kenyataan yang pahit walaupun dengan kepingan hati yang hancur.
“Trimakasih Enriko. Ataukah aku harus memanggilmu kakakku tersayang juga?
Ya..kau benar sekali! Aku benar-benar kecewa pada orang tuaku… ehm, maksudku orang tua kita.Ternyata perasaanku yang seperti telah menemukan sesuatu yang hilang tujuh belas tahun lamanya.Mungkin karena kau adalah kakak kembarku yang berpisah denganlu tujuh belas tahun lalu.
Aku ada di Bali sekarang, sedang menginap di hotel.
Walaupun tak yakin kartu kreditku cukup untuk membiayai liburanku tapi ternyata ayah mentransfer uang jajan tambah.Aku sempat kaget juga. Ayah mengatakannya lewat telepon tadi.
Yaa… aku sudah berbicara dengan mereka, uh maksudku orang tuaku, uh maksudkuuu orang tua kita. Aku di sini untuk menenangkan diri dan mengambil cuti di sekolah.
“So, what’s going on with you self there? Are you okay? It seems like… ee..kau sudah menerima semuanya. Tapi..aku tak secepat itu. Aku butuh proses sayang. Eeh! Maksudku kakakku sayang.
Aku mungkin akan kembali minggu depan atau dua minggu depan.

Your twin
Molly . . .”
***
Tanah Lot Bali
“Bli, kalau bikin gantungan terus ada namanya kayak gini berapa?” Molly memegang tiga buah gantungan kunci kayu unik dengan dilukis dengan tinta berwarna cokat yang panas khas Bali.
“Lima ribu rupiah satu Mbak. Tapi kalau mbak mau sepuluh ribu rupiah per tiga buah juga boleh.
“Ya sudah, aku beli tiga saja deh.Tapi namaku semua yah.Hehe.” Molly memberikan gantungan yang sudah dipilihnya tadi, yang pertama berlukiskan Tanah Lot tempat dimana Ia berdiri sekarang, yang kedua Kuta, dan yang Ketiga gambar Pura.
Seorang pria yang baru saja menuliskan namanya (“Sydney” seperti nama salah satu kota di Australia) di buku kecil tempat menulis nama untuk dilukis kemudian menyodorkan pena beserta bukunya kepada Molly.
“Trimakasih ya…”
“Don’t mention it.”
Molly langsung memandanginya dan pria yang memakai pakaian pantai layaknya turis yang hendak berjemur dengan sendal jepit Joger,celana pantai abu-abu, dan kaos oblong berwarna hitam yang sangat santai bertuliskan “I Love Bali” dan bergantungkan kamera Nikon entah apa tipenya yang jelas besar dan lumayan panjang wajahnya seperti Dennis Ohmodel terkenal di Korea, sangat tampan dengan blaster-anBarat-Asia, Ia tersenyum lebar dan hangat pada Molly, Molly yang seketika itu juga matanya bersinar seperti naik 5 watt membalas senyumannya dengan senyum sangaaat manis dan mata yang menyipit.
Ketika Molly menuliskan namanya, Pria itu memotret Molly tanda kesadaran dan sepengetahuan Molly.
Foto Molly terlihat sangat apik dan manis dengan auto focus begitu enak dipandang.
***
Itulah awal kisah baru cintanya. Entah bagaimana Ia berkenalan dan terus menjalin hubungan dengan pria bule Asia itu namun prosesnya lagi-lagi sangat cepat secepat Ia berkenalan dengan Enriko dan menjalin hubunga pula dengan Enriko. Mungkin Molly menjadi model untuk fotografi pria tersebut di keesokan harinya atau pria tersebut melihat Molly yang jalan-jalan sendiri tanpa seorang pun dan meminta izin untuk menemaninya lalu . . .
Entah proses seperti apa yang terjadi… namun suatu keyakinan yang tak akan diragukan..!
“Kali ini, aku yakin!Dia bukan saudara kembarku atau saudara kandungku lagi.Hahahaha.”
***

-THE END-

0 komentar:

Posting Komentar